MENCARI RIZKI HALAL ADALAH JIHAD EKONOMI,
BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH
DAN JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI
EKONOMINYA
====
Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
----
====
DAFTAR ISI :
- BERJUANG MENCARI NAFKAH HALAL ADALAH JIHAD EKONOMI, BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH
- MENCARI REZEKI HALAL ADALAH FARDHU DAN WAJIB
- JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI EKONOMINYA, TIDAK MENYUSAHKAN ORANG LAIN DAN BERJALAN DIATAS SUNNAH
- ANCAMAN NERAKA BAGI PRIA KUAT DAN SEHAT TAPI MENJADI BEBAN ORANG LAIN KARENA TIDAK MAU BERUSAHA MANDIRI :
- NABI DAUD (AS), RAJA YANG MANDIRI, TIDAK MEMBEBANI RAKYAT:
****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
===***===
BERJUANG MENCARI NAFKAH HALAL ADALAH JIHAD EKONOMI, BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH
Allah SWT berfirman dalam surat al-Muzammil :
﴿وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ
يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ﴾
Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di
bumi mencari sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan
Allah “ [QS. Al-Muzzammil: 20]
Imam Qurthubi berkata :
سَوَى اللَّهُ تَعَالَى فِي هٰذِهِ الْآيَةِ
بَيْنَ دَرَجَةِ الْمُجَاهِدِينَ وَالْمُكْتَسِبِينَ الْمَالَ الْحَلَالَ لِلنَّفَقَةِ
عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَالْإِحْسَانِ وَالْإِفْضَالِ، فَكَانَ دَلِيلًا عَلَى
أَنَّ كَسْبَ الْمَالِ بِمَنْزِلَةِ الْجِهَادِ، لِأَنَّهُ جَمَعَهُ مَعَ الْجِهَادِ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
Allah SWT dalam ayat ini telah mensejajarkan antara
derajat mujahidin dan mereka yang berjuang mencari harta yang halal untuk
menafkahi dirinya sendiri , keluarganya dan untuk beramal kebajikan. Itu
menunjukkan bahwa mencari harta tsb berkedudukan seperti jihad, karena Allah
SWT menggabungkannya dengan jihad fii Sabiilillah “. ( Baca : «الْجَامِعُ لِأَحْكَامِ الْقُرْآنِ» [21/349]
Tahqiq DR. Abdullah at-Turki ).
Muhmmad bin Hasan asy-Syaibani [Wafat 189 H, sahabat Abu
Hanifah] menyebutkan dalam "Kitab al-Kasab " hal. 33 :
«وَقَدْ كَانَ عُمَرُ
بنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُقَدِّمُ دَرَجَةَ الْكَسْبِ عَلَى دَرَجَةِ
الْجِهَادِ، فَيَقُولُ: لَأَنْ أَمُوتَ بَيْنَ شُعْبَتَيِ رَحْلِي أَضْرِبُ فِي الْأَرْضِ
أَبْتَغِي مِنْ فَضْلِ اللهِ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُقْتَلَ مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِ
اللهِ، لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى قَدَّمَ الَّذِينَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ
مِنْ فَضْلِهِ عَلَى الْمُجَاهِدِينَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ
فِي الْأَرْضِ﴾».
Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu, dahulu lebih
mendahulukan derajat kasab (mencari nafkah) di atas derajat jihad, dan beliau berkata
:
Sungguh aku mati di antara dua kaki hewan tungganganku
saat berjalan di muka bumi dalam rangka mencari sebagian karunia Allah ( rizki
) ; lebih aku cintai daripada aku terbunuh sebagai seorang mujahid di jalan
Allah ; karena Allah SWT dalam firmannya lebih mendahulukan orang-orang
berjalan di muka bumi dalam rangka mencari sebagian karunia Allah dari pada
para mujaahid , berdasarkan firman-Nya :
﴿وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ
يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ﴾
Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di
bumi mencari sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan
Allah “ [Surat Al-Muzzammil: 20]
Abdullah bin Umar -radhiyallahu ‘anhu- menyebutkan : bahwa Nabi ﷺ bersabda :
طَلَبُ الحَلالِ جِهادٌ
Mencari rizki yang halal itu adalah Jihad .
(HR. Ahmad dan Ibnu ‘Adiy dalam “الكامل
في الضعفاء” (6/263)
. Hadits ini dinilai dho’if oleh al-Albani dalam Dho’if al-Jami’ no. 3619 dan
as-Silsilah ad-Dho’ifah no. 1301].
Imam Ahmad berkata : “ Hadits ini Mungkar “. [Lihat “: تهذيب التهذيب” (9/437)]
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
«طَلَبُ الْحَلَالِ جِهَادٌ ، وَإِنَّ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ الْعَبْدَ الْمُحْتَرِفَ»
“Mencari rezeki yang halal adalah jihad, dan sesungguhnya Allah Azza wa
Jalla mencintai hamba yang ulet dan mahir dalam usaha (memiliki skill dan
keahlian yang betul-betul mahir untuk mencari rizki atau berprofesi).”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam Ishlah al-Maal
hal. 71 no. 204, Muhammad bin Makhlad dalam Fawa’id-nya hal. 26 no. 27,
asy-Syihab al-Qudho’i dalam Musnad-nya 1/83 no. 82 dan ad-Daylami dalam
al-Fidaus 2/442 no. 3919.
Hadis ini dinilai dho’if oleh Al-Albani dalam *As-Silsilah
Adh-Dha‘ifah* (no. 1301).
Muhammad bin Marwan menyelisihi Muhammad bin Al-Fadhl dalam riwayat yang
disebutkan oleh Ibnu ‘Adiy dalam *Al-Kamil* (7/213), di mana ia meriwayatkannya
dari Laits, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, sehingga menjadikannya sebagai hadis
musnad dari Ibnu Umar.
Al-Hafidz berkata dalam *Tahdzib* (3/692): “Hadis ini munkar.”
Hadis ini juga disebutkan oleh As-Sakhawi dalam *Al-Maqashid
Al-Hasanah* (hal. 505 no. 801), dan ia berkata:
رَوَاهُ الْقُضَاعِيُّ
مِنْ حَدِيثِ مُحَمَّدِ بْنِ الْفَضْلِ عَنْ لَيْثِ بْنِ أَبِي سُلَيْمٍ عَنْ مُجَاهِدٍ
عَنْهُ، وَهُوَ عِنْدَ أَبِي نُعَيْمٍ فِي "الْحِلْيَةِ"، وَمِنْ طَرِيقِهِ
الدَّيْلَمِيُّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ، وَبَعْضُهَا يُؤَكِّدُ بَعْضًا، لَا سِيَّمَا وَشَوَاهِدُهَا
كَثِيرَةٌ.
“Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Qudha’i dari jalur Muhammad bin
Al-Fadhl, dari Laits bin Abi Sulaim, dari Mujahid, darinya (yakni dari Ibnu Abbas).
Hadis ini juga terdapat dalam *Hilyah* karya Abu Nu‘aim, dan dari
jalurnya diriwayatkan pula oleh Ad-Dailami dari Ibnu Umar. Sebagian riwayatnya
saling menguatkan satu sama lain, terutama karena memiliki banyak syawahid
(penguat)”.
Begitu pula al-Husain al-Laa’iy al-Maghriby dalam al-Badrut Tamam
10/245, dia berkata:
وَبَعْضُهَا يُقَوِّي بَعْضًا، وَشَوَاهِدُهَا
كَثِيرَةٌ
“Dan sebagian riwayat hadits ini saling menguatkan satu sama lain,
serta memiliki banyak syahid (pendukung)”.
Makna “المُحْتَرِفُ”
dalam hadits diatas :
المُحْتَرِفُ هُوَ شَخْصٌ يَمْتَلِكُ
الْمَهَارَةَ وَالْإِتْقَانَ فِي مِهْنَةٍ أَوْ نَشَاطٍ مُعَيَّنٍ، سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ
مِنْ خِلَالِ التَّدْرِيبِ الْمُتَخَصِّصِ أَوِ الْخِبْرَةِ الطَّوِيلَةِ. تُسْتَخْدَمُ
هَذِهِ الْكَلِمَةُ لِوَصْفِ شَخْصٍ يَتَّخِذُ مِنْ نَشَاطٍ مُعَيَّنٍ مَصْدَرًا لِلرِّزْقِ،
أَوْ شَخْصٍ يَتَمَتَّعُ بِكَفَاءَةٍ عَالِيَةٍ فِي مَجَالٍ مُعَيَّنٍ، وَيَهْدِفُ
إِلَى تَحْقِيقِ مَعَايِيرَ مِهْنِيَّةٍ عَالِيَةٍ.
“Seorang *muhtarif* adalah seseorang yang memiliki keterampilan dan
keahlian dalam suatu profesi atau aktivitas tertentu, baik melalui pelatihan
khusus maupun pengalaman yang panjang.
Istilah ini digunakan untuk menggambarkan seseorang yang menjadikan
suatu aktivitas sebagai sumber penghasilan, atau seseorang yang memiliki
kompetensi tinggi dalam bidang tertentu dan berupaya mencapai standar
profesional yang tinggi”.
Dan dari as-Sakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
" طَلَبُ الْحَلَالِ مِثْلُ مُقَارَعَةِ
الْأَبْطَالِ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَمَنْ بَاتَ عَيِيًّا مِنْ طَلَبِ الْحَلَالِ بَاتَ
وَاللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهُ رَاضٍ "
“Mencari rezeki yang halal itu seperti berperang di jalan Allah melawan
al-Abthol (para musuh yang kuat lagi gagah berani) .
Dan siapa pun yang bermalam dalam keadaan letih karena mencari rezeki
halal, maka demi Allah ‘azza wa jalla, ia bermalam dalam keadaan Allah ridha
kepadanya.”
Lalu al-Baihaqi berkata (2/438):
قَالَ عَلِيُّ بْنُ عَثَّامٍ: وَقَالَ
مُحَمَّدُ بْنُ وَاسِعٍ، لِمَالِكِ بْنِ دِينَارٍ: " يَا مَالِك ألَا تُقَارِعُ
الْأَبْطَالَ؟ " قَالَ: وَمَا مُقَارَعَةُ الْأَبْطَالِ؟ قَالَ: " الْكَسْبُ
مِنَ الْحَلَالِ وَالْإِنْفَاقُ عَلَى الْعِيَالِ "
Ali bin ‘Atsam berkata: Muhammad bin Wasi‘ berkata kepada Malik bin
Dinar: “Wahai Malik, tidakkah sebaiknya engkau berperang melawan al-Abthol
(para musuh yang kuat lagi gagah berani).”
Malik berkata: “Apakah yang dimaksud berperang melawan al-Abthol (para
musuh yang kuat lagi gagah berani)?”
Ia menjawab: “Yaitu engkau bekerja mencari rezeki yang halal dan
menafkahkan-nya untuk keluarga.”
[Lihat pula : Hamisy Jam’ul Jawami’ karya as-Suyuthi 5/531, Tahqiq
Mukhtar Ibrahim al-Ha’ij. Cet. Al-Azhar asy-Syarif - Kairo]
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman 2/438 no.
1177.
Ash-Shan’ani dalam at-Tanwir 7/136 berkata :
وَيُحْتَمَلُ أَنَّ الْمُرَادَ الرِّزْقُ
الْحَلَالُ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ لِنَفْسِهِ وَلِمَنْ يَمُونُهُ، وَفِيهِ وَفِيمَا
قَبْلَهُ رَدٌّ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ لَا يُوجَدُ الْحَلَالُ فِي الْأَزْمِنَةِ
الَّتِي عَمَّتْ فِيهَا الشُّبُهَاتُ وَفَاضَ فِيهَا بِحَارُ الْجَوْرِ، لِأَنَّ الْحَدِيثَ
عَامٌّ لِلْأَزْمِنَةِ، وَلَوْ فُقِدَ الْحَلَالُ لَكَانَ تَكْلِيفًا بِمَا لَا وُجُودَ
لَهُ، كَمَا قِيلَ: وَشَيْئَانِ مَعْدُومَانِ فِي الْأَرْضِ دِرْهَمٌ حَلَالٌ، وَخِلٌّ
فِي الْحَقِيقَةِ نَاصِحٌ.
Kemungkinan yang dimaksud adalah bahwa mencari rezeki halal itu wajib bagi setiap Muslim, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang yang menjadi tanggungannya. Dalam pernyataan ini dan sebelumnya terdapat bantahan terhadap orang yang beranggapan bahwa rezeki halal tidak lagi ada di masa ketika syubhat merajalela dan kezaliman meluas, karena hadis ini bersifat umum untuk seluruh masa. Seandainya rezeki halal benar-benar tidak ada, maka itu berarti Allah membebani manusia dengan sesuatu yang tidak mungkin dipenuhi. Sebagaimana dikatakan: “Dua hal yang sulit ditemukan di dunia ini: satu dirham yang benar-benar halal, dan seorang sahabat yang tulus dalam arti sebenarnya.”Al-‘Ajluni dalam *Kasyf Al-Khafa* 2/110 no. 1929 berkata:
«لَكِنْ لَهُ شَوَاهِدُ
كَثِيرَةٌ، مِنْهَا مَا رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الأَوْسَطِ عَنْ أَنَسٍ رَفَعَهُ،
رَقْمُ: 8610، بِلَفْظِ: «طَلَبُ الحَلَالِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ»، وَرَوَاهُ
القُضَاعِيُّ رَقْمُ: 82 عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ مَرْفُوعًا بِلَفْظِ: «طَلَبُ الحَلَالِ
جِهَادٌ».
“Namun hadits ini memiliki banyak penguat, di antaranya
riwayat Ath-Thabrani dari Anas radhiyallahu 'anhu dengan lafaz: ‘Mencari yang
halal adalah wajib atas setiap Muslim’, no. 8610, dan riwayat Al-Qadha‘i dari
Ibnu Abbas dengan lafaz: ‘Mencari rizki yang halal adalah jihad’, no. 82.”)
Dari Ka’ab bin ‘Ujroh ( كعبُ بنُ عجرةٍ ) :
مَرَّ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ، فَرَأَى
أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ ﷺ مِنْ جَلَدِهِ وَنَشَاطِهِ مَا رَأَوْا، فَقَالُوا: يَا
رَسُولَ اللهِ، لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «إِنْ
كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ
خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ،
وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ،
وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ».
Suatu hari ada seorang lelaki lewat di depan rasulullah ﷺ, dan para shahabat radhiyallahu `anhu
melihat kondisi lelaki tersebut dari kulit tubuhnya dan semangatnya (seperti
lelaki pekerja yang tangguh- pen), maka rasulullah ﷺ berkata:
“Jika dia keluar bekerja untuk anaknya yang masih kecil,
maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ).
Dan jika dia keluar bekerja untuk kedua orang tuanya, maka
dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ) .
Dan jika dia keluar bekerja untuk dirinya sendiri dalam
rangka `iffah (menjaga kehormatan diri untuk tidak minta-minta - pen) maka dia
itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ) .
Dan jika keluar dalam rangka riya` dan berbangga diri maka
dia terhitung di jalan syaithon.”
( HR. Al-Imam Athobraany (13/491) para perawinya tsiqoot /
dipercaya ).
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
«أَمَا إِنَّهُ إِنْ
كَانَ يَسْعَى عَلَى وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ
كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ».
Adapun jika dia bekerja cari rizki untuk kedua orang
tuanya atau salah satu dari keduanya , maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ) , dan jika dia bekerja untuk dirinya
sendiri maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ)
( HR. Baihaqi 7/787 No. 13112 & 15754 ) . Lihat pula :
“الْجَامِعُ الصَّغِيرُ وَزَوَائِدُهُ وَالْجَامِعُ الْكَبِيرُ”
[2/165] No. 4603 .
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu : bahwa Rasulullah ﷺ bersabda ( Dalam lafadz lain ) :
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا شَابٌّ مِنَ الثَّنِيَّةِ
فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ بِأَبْصَارِنَا قُلْنَا : لَوْ أَنَّ هَذَا الشَّابَ جَعَلَ
شَبَابَهُ وَنَشَاطَهُ وَقُوَّتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ فَسَمِعَ
مَقَالَتَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« وَمَا سَبِيلُ
اللَّهِ إِلاَّ مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ
وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ
لِيُعِفَّهَا فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ فَهُوَ فِى
سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ, tiba-tiba muncul seorang pemuda dari arah
jalan bukit . Ketika dia nampak di hadapan kami , maka kami berkata: Duhai
seandainya pemuda ini memanfaatkan masa muda, semangat, dan kekuatannya di
jalan Allah!
Rasulullah ﷺ mendengar
perkataan kami.
Beliau bersabda: “ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk
orang yang terbunuh saja?
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk kedua
orangtuanya, maka dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk
keluarganya, maka dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk dirinya (
dalam rangka menjaga kehormatannya agar tidak meminta-minta. pen), maka dia di
jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha ( mencari rizki ) untuk
berbanyak-banyakan harta (semata), mka dia berada di jalan syaithan".
Dalam lafadz lain :
«وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ
إِلَّا مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى
عَلَى عِيَالِهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى مُكَاثِرًا فَفِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ».
“ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk yang terbunuh
saja?
Siapa yang berusaha mencari nafkah untuk menghidupi orang
tuanya maka dia di jalan Allah, siapa yang berkerja untuk menghidupi
keluarganya maka dia di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk
berbanyak-banykan harta semata maka dia di jalan thaghut.”
(H.R al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, Ath-Thabrani “المُعْجَمُ الأَوْسَطُ (5/119) dan Abu Nu’aim al-Ashfahaani “حِلْيَةُ الأَوْلِيَاءِ وَطَبَقَاتُ الأَصْفِيَاءِ” hal. 197 ) .
Dinyatakan sanadnya jayyid oleh Syaikh al-Albaniy dalam
Silsilah al-Ahaadits as-Shahihah no 2232)
Dari Sa’d bin Abu Waqash bahwasanya dia mengabarkan, bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّكَ لَنْ
تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا
حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ»
Sesungguhnya, tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah yang
dimaksudkan mengharap wajah Allah kecuali kamu akan diberi pahala termasuk
sesuatu yang kamu suapkan ke mulut istrimu.
Dan Nabi ﷺ bersabda :
«مَا يُصِيبُ
الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ
غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ
خَطَايَاهُ»
” Tidaklah sesuatu menimpa kepada seorang muslim dari
kesusahan, rasa sakit, rasa gelisah, rasa sedih, sesuatu yang menyakitkan, dan
rasa gundah, hingga duri yang mengenai dirinya kecuali Allah menjadikannya
sebagai pelebur atas kesalahan-kesalahannya”(HR . Bukhari).
===***===
MENCARI REZEKI HALAL HUKUMNYA FARDHU DAN WAJIB
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dari Nabi ﷺ bersabda:
«طَلَبُ الْحَلَالِ
وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ»
“Mencari yang halal adalah kewajiban atas setiap Muslim.”
[HR. Ath-Thabrani dalam *Al-Mu‘jam Al-Awsath*, no. 8610.
Al-Haitsami berkata dalam *Majma‘ Az-Zawaid* 10/291, no.
18099):
«رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ
فِي الْأَوْسَطِ وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ»
“Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam *Al-Awsath* dan sanadnya
hasan”.
Al-Mundziri berkata :
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيّ فِي الْأَوْسَط وَإِسْنَاده
حَسَنٌ إِن شَاءَ الله
“Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam kitab
*Al-Awsath*, dan sanadnya hasan insya Allah”. [at-Targhib wa at-Tarhib
2/345 Cet. Dar al-Kutub al-Ilmiyah].
Dari Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
«طَلَبُ الْحَلَالِ
فَرِيضَةٌ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ»
“Mencari yang halal adalah faridhoh (kewajiban) setelah
kewajiban (yakni setelah kewajiban ibadah seperti shalat).”
[HR. Ath-Thabrani dalam *Al-Mu‘jam Al-Kabir*, no. 9993;
Al-Qadha‘i dalam *Musnad Asy-Syihab*, no. 122; dan Al-Baihaqi dalam *As-Sunan
Al-Kubra*, no. 11695.
Al-Baihaqi berkata:
«تَفَرَّدَ بِهِ عُبَّادُ
بْنُ كَثِيرٍ الرَّمْلِيُّ وَهُوَ ضَعِيفٌ»
“Diriwayatkan hanya oleh ‘Abbad bin Katsir Ar-Ramli, dan
dia lemah.”
Al-‘Ajluni dalam *Kasyf Al-Khafa* 2/110 no. 1929 berkata:
«لَكِنْ لَهُ شَوَاهِدُ
كَثِيرَةٌ، مِنْهَا مَا رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الأَوْسَطِ عَنْ أَنَسٍ رَفَعَهُ،
رَقْمُ: 8610، بِلَفْظِ: «طَلَبُ الحَلَالِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ»، وَرَوَاهُ
القُضَاعِيُّ رَقْمُ: 82 عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ مَرْفُوعًا بِلَفْظِ: «طَلَبُ الحَلَالِ
جِهَادٌ».
“Namun hadits ini memiliki banyak penguat, di antaranya
riwayat Ath-Thabrani dari Anas radhiyallahu 'anhu dengan lafaz: ‘Mencari yang
halal adalah wajib atas setiap Muslim’, no. 8610, dan riwayat Al-Qadha‘i dari
Ibnu Abbas dengan lafaz: ‘Mencari rizki yang halal adalah jihad’, no. 82.”)
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma, bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
«أَرْبَعٌ إِذَا كُنَّ
فِيكَ فَلَا عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا: حِفْظُ أَمَانَةٍ، وَصِدْقُ حَدِيثٍ،
وَحُسْنُ خَلِيقَةٍ، وَعِفَّةٌ فِي طُعْمَةٍ»
“Ada empat perkara, jika ada padamu, maka tidak mengapa
apa pun yang terluput darimu dari urusan dunia: menjaga amanah, jujur dalam
ucapan, berakhlak baik, dan iffah dalam mencari makan (menjaga kehormatan diri dengan
tidak minta-minta dan tidak thoma’ yakni ; tidak mengharapkan pemberian
manusia).”
(HR. Ahmad, *Musnad Al-Muktsirin min Ash-Shahabah*, Musnad
Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash, no. 6652; dan Ath-Thabrani dalam *Al-Mu‘jam
Al-Kabir*, no. 141.
Dihasankan oleh Al-Mundziri, 2/345, no. 2661; dan
Al-Haitsami, 10/145, no. 6706. Hadits ini sahih.)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
Rasulullah ﷺ bersabda:
«أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ
بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: ﴿ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ
الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ﴾، وَقَالَ:
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ﴾، ثُمَّ
ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ3، ثُمَّ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى
السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ
حَرَامٌ، وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ»
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik
dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan
kepada orang-orang mukmin sebagaimana Dia memerintahkan kepada para rasul,
Allah berfirman:
*‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik
dan beramallah saleh; sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan’*
(Al-Mu’minun: 51).
Dan Allah berfirman: *‘Wahai orang-orang yang beriman,
makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu’*
(Al-Baqarah: 172).”
Kemudian beliau menyebutkan tentang seseorang yang
menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, lalu menadahkan
tangannya ke langit seraya berkata: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku!”
padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi
makan dengan yang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?”[HR.
Muslim no. 1015)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi ﷺ bersabda:
«يَأْتِي عَلَى النَّاسِ
زَمَانٌ، لَا يُبَالِي المَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ، أَمِنَ الحَلَالِ أَمْ مِنَ الحَرَامِ»
“Akan datang suatu masa kepada manusia di mana seseorang
tidak peduli dari mana ia memperoleh harta — apakah dari yang halal atau dari
yang haram.”
[HR. Al-Bukhari no. 2059].
Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ
جَسَدٌ غُذِّيَ بِحَرَامٍ»
“Tidak akan masuk surga tubuh yang tumbuh dari sesuatu
yang haram.”
[HR. Abu Ya‘la, *Musnad Abu Bakar Ash-Shiddiq*, no. 83;
dan Ath-Thabrani dalam *Al-Mu‘jam Al-Awsath*, no. 5961.
Hadits ini sahih. Al-Haitsami
berkata:
«رَوَاهُ أَبُو يَعْلَى
وَالْبَزَّارُ وَالطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ، وَرِجَالُ أَبِي يَعْلَى ثِقَاتٌ،
وَفِي بَعْضِهِمْ خِلَافٌ»
“Diriwayatkan oleh Abu Ya‘la, Al-Bazzar, dan Ath-Thabrani
dalam *Al-Awsath*; perawi-perawi Abu Ya‘la adalah tsiqat meskipun sebagian di
antara mereka diperselisihkan.” 10/293, no. 18109.)
JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI
EKONOMINYA, TIDAK MENYUSAHKAN ORANG LAIN DAN BERJALAN DIATAS SUNNAH
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata : Rasulallah ﷺ bersabda,
«مَنْ أَكَلَ
طَيِّبًا، وَعَمِلَ فِي سُنَّةٍ، وَأَمِنَ النَّاسُ بَوَائِقَهُ دَخَلَ الجَنَّةَ»
فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَذَا اليَوْمَ فِي النَّاسِ
لَكَثِيرٌ، قَالَ: «وَسَيَكُونُ فِي قُرُونٍ بَعْدِي»
“Barangsiapa memakan makanan yang baik, beramal sesuai
sunnah, dan orang lain aman dari keburukannya maka dia masuk Surga.”
Seorang sahabat berkata : Wahai Rasulallah! Sesungguhnya
ini banyak pada ummatmu sekarang. Rasulallah bersabda, “Mereka akan ada
sepeninggalku nanti.”
( HR. Turmudzy No. 2520 , Thabrani dlm “المُعْجَمُ الأَوْسَطُ” 2/52 , Baihaqi dlm “شُعَبُ الإِيمَانِ” (7/501) , al-Laalakaa’i ( اللالكائي )
1/59 , al-Haakim 4/117 dan Ibnu Abi ad-Dunya
1/57 ).
At-Turmudzi berkata : “ حسن صحيح غريب (Hasan Shahih Ghorib)” .
Al-Haakim berkata : “ صحيح الإسناد (Shahih Sanadnya) ”.
Hadits ini di masukkan pula oleh Syeikh al-Baani dlm “سِلْسِلَةُ الأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ”
===***===
ANCAMAN NERAKA BAGI PRIA KUAT DAN SEHAT TAPI MENJADI BEBAN ORANG LAIN KARENA TIDAK MAU BERUSAHA MANDIRI :
Dari Iyadl bin Khammar al-Mujasyi'ii radhiyallahu ‘anhu :
Bahwa, pada suatu hari Rasulullah ﷺ bersabda di
dalam khutbah beliau :
«أَلَا إِنَّ
رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي
هَذَا : ........
قَالَ : وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ
الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا لَا
يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا ، وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ
وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ
يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ ، وَذَكَرَ الْبُخْلَ أَوْ الْكَذِبَ ،
وَالشِّنْظِيرُ الْفَحَّاشُ»
"Ingatlah! Sesungguhnya Rabb-ku telah menyuruhku
untuk mengajarkan kalian semua tentang sesuatu yang tidak kalian ketahui, yang
diajarkan Allah kepadaku seperti pada hari ini
....................................
( Diantaranya . Pen ) Allah berfirman : " Dan
penghuni neraka itu ada lima macam:
1). Seorang lelaki yang lemah yang tidak menggunakan
akalnya [yang bisa dipergunakan untuk menahan diri dari hal yang tidak pantas]
.
Mereka itu adalah orang yang hanya menjadi pengikut di
antara kalian [ yakni : hidupnya bisanya hanya numpang dan jadi beban kalian ]
.
Mereka tidak berkeinginan untuk membangun kehidupan
keluarga dan tidak pula membangun ekonomi .
2). Pengkhianat yang memperlihatkan sifat rakusnya,
sekalipun dalam hal yang samar .
3). Seorang lelaki yang pagi dan petang selalu
memperdayamu (melakukan tipu muslihat ) dari keluargamu dan hartamu .
4) Lalu Allah menyebutkan sifat bakhil dan sifat dusta .
5). Dan Orang yang akhlaknya buruk." ( HR. Muslim No.
5109 )
===***====
NABI DAUD (AS), RAJA YANG MANDIRI, TIDAK MEMBEBANI RAKYAT:
Dari al-Miqdam radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا
قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ
دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ))
“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari apa yang
ia makan, yang berasal dari hasil usaha tangannya (sendiri). Dan sungguh Nabi
Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” [HR..
al-Bukhari (no. 1966)]
Padahal Nabi Daud alaihis salam adalah seorang raja.
Allah SWT berfirman:
﴿وَلَقَدْ آتَيْنَا
دَاوُودَ مِنَّا فَضْلًا ۖ يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا
لَهُ الْحَدِيدَ. أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا
صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami
berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah
berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya,
(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan
kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.
(QS. Saba: 10-11).
Imam Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya ketika menafsiri Firman Allah
Swt di atas:
"Al-Hafiz Ibnu Asakir mengatakan dalam biografi Daud ‘alaihis salam melalui
jalur Ishaq ibnu Bisyr yang di dalamnya terdapat kisah dari Abul Yas, dari Wahb
ibnu Munabbih, yang kesimpulannya seperti berikut:
أَنَّ دَاوُدَ، عَلَيْهِ
السَّلَامُ، كَانَ يَخْرُجُ مُتَنَكِّرًا، فَيَسْأَلُ الرُّكْبَانَ عَنْهُ وَعَنْ سِيرَتِهِ،
فَلَا يَسْأَلُ أَحَدًا إِلَّا أَثْنَى عَلَيْهِ خَيْرًا فِي عِبَادَتِهِ وَسِيرَتِهِ
وَمَعْدَلَتِهِ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ۔
"Bahwa Daud ‘alaihis salam keluar dengan menyamar, lalu ia
menanyakan tentang dirinya kepada kafilah-kafilah yang datang. Maka tidaklah ia
menanyai seseorang, melainkah orang tersebut memujinya dalam hal ibadah dan
sepak terjangnya ".
Wahb ibnu Munabbih melanjutkan:
حَتَّى بَعَثَ اللهُ
مَلَكًا فِي صُورَةِ رَجُلٍ، فَلَقِيَهُ دَاوُدُ فَسَأَلَهُ كَمَا كَانَ يَسْأَلُ غَيْرَهُ،
فَقَالَ: هُوَ خَيْرُ النَّاسِ لِنَفْسِهِ وَلِأُمَّتِهِ، إِلَّا أَنَّ فِيهِ خَصْلَةً
لَوْ لَمْ تَكُنْ فِيهِ كَانَ كَامِلًا. قَالَ: مَا هِيَ؟ قَالَ: يَأْكُلُ وَيُطْعِمُ
عِيَالَهُ مِنْ مَالِ الْمُسْلِمِينَ، يَعْنِي بَيْتَ الْمَالِ.
فَعِنْدَ ذَلِكَ نَصَبَ
دَاوُدُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، إِلَى رَبِّهِ فِي الدُّعَاءِ أَنْ يُعَلِّمَهُ عَمَلًا
بِيَدِهِ يَسْتَغْنِي بِهِ وَيُغْنِي بِهِ عِيَالَهُ، فَأَلَانَ لَهُ الْحَدِيدَ، وَعَلَّمَهُ
صِنَاعَةَ الدُّرُوعِ، فَعَمِلَ الدِّرْعَ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ عَمِلَهَا، فَقَالَ
اللهُ تَعَالَى: (أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ) يَعْنِي: مَسَامِيرَ
الْحَلَقِ.
قَالَ: وَكَانَ يَعْمَلُ
الدِّرْعَ، فَإِذَا ارْتَفَعَ مِنْ عَمَلِهِ دِرْعٌ بَاعَهَا، فَتَصَدَّقَ بِثُلُثِهَا،
وَاشْتَرَى بِثُلُثِهَا مَا يَكْفِيهِ وَعِيَالَهُ، وَأَمْسَكَ الثُّلُثَ يَتَصَدَّقُ
بِهِ يَوْمًا بِيَوْمٍ إِلَى أَنْ يَعْمَلَ غَيْرَهَا۔
"Bahwa pada akhirnya Allah mengutus malaikat dalam rupa
seorang lelaki. Kemudian lelaki itu dijumpai oleh Daud a.s., lalu Daud
menanyakan kepadanya dengan pertanyaan yang biasa ia kemukakan kepada orang
lain.
Maka malaikat itu menjawab:
"Dia adalah seorang yang paling baik buat dirinya sendiri dan buat
orang lain, hanya saja di dalam dirinya terdapat suatu pekerti yang seandainya
pekerti itu tidak ada pada dirinya, tentulah dia adalah seorang yang
kamil."
Daud bertanya, "Pekerti apakah itu?"
Malaikat menjawab, "Dia makan dan menafkahi anak-anaknya dari harta
kaum muslim.' yakni baitul mal [Kas Negara].
Maka pada saat itu juga Nabi Daud ‘alaihis salam menghadapkan diri
kepada Tuhannya seraya berdoa, semoga Dia mengajarkan kepadanya suatu pekerjaan
yang dilakukan tangannya sendiri sehingga menjadi orang yang berkecukupan dan
dapat membiayai anak-anak dan keluarganya. Lalu Allah mengajarkan pada nya cara
melunakkan besi dan mengajarkan kepadanya cara membuat baju besi.
Lalu Daud dikenal sebagai pembuat baju besi; dia adalah orang yang
mula-mula membuat baju besi.
Allah Swt. telah berfirman:
﴿ أَنِ اعْمَلْ
سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ ﴾
"Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya"
(Saba: 11)
Yang dimaksud dengan “sard” ialah pakunya lingkaran besi yang
dipakai sebagai anyaman baju besi.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan:
Bahwa Daud bekerja sebagai pembuat baju besi. Apabila telah selesai,
maka ia jual; sepertiga dari hasil penjualan itu dia sedekahkan, sepertiganya
lagi ia belikan keperluan hidup untuk mencukupi keluarga dan anak-anaknya,
sedangkan yang sepertiganya lagi ia pegang untuk ia sedekahkan setiap harinya, hingga
selesai dari membuat baju besi lainnya ".
Al-Imam al-Qurthubi dlam tafsir nya berkata:
فِي هَذِهِ الآيَةِ
دَلِيلٌ عَلَى تَعَلُّمِ أَهْلِ الْفَضْلِ الصَّنَائِعَ، وَأَنَّ التَّحَرُّفَ بِهَا
لَا يَنْقُصُ مِنْ مَنَاصِبِهِمْ، بَلْ ذَلِكَ زِيَادَةٌ فِي فَضْلِهِمْ وَفَضَائِلِهِمْ؛
إِذْ يَحْصُلُ لَهُمُ التَّوَاضُعُ فِي أَنْفُسِهِمْ وَالِاسْتِغْنَاءُ عَنْ غَيْرِهِمْ،
وَكَسْبُ الْحَلَالِ الْخَالِي عَنِ الِامْتِنَانِ۔
Dalam ayat ini, terdapat bukti bahwa orang-orang yang berbudi luhur
telah mempelajari tehnik-tehnik industri , dan bahwa bekerja mencari nafkah
dengan keahliannya tidak mengurangi kedudukan mereka, melainkan meningkatkan
pahala dan keutamaan mereka.
Karena mereka mencapai kerendahan hati dalam diri mereka sendiri dan
tidak bergantung pada orang lain, dan mendapatkan rizki yang halal yang bebas
dari minta-minta belas kasihan kepada manusia ".
Dan al-Hafidz Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah SWT:
﴿ وَأَلَنَّا لَهُ
الْحَدِيدَ ﴾
" dan kami telah melunakkan besi untuknya". (Saba: 10)
Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Al-A'masy, dan lain-lainnya mengatakan bahwa
untuk melunakkan besi bagi Nabi Daud tidak perlu memasukkannya ke dalam tungku
api, dan tidak perlu palu untuk membentuknya, tetapi Daud dapat memintalnya
dengan tangannya seperti halnya memintal kapas untuk menjadi benang. Karena
itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
﴿ أَنِ اعْمَلْ
سَابِغَاتٍ ﴾
" Buatlah baju besi yang besar-besar. (Saba: 11)
Yaitu baju-baju besi yang dianyam lagi besar-besar.
Qatadah mengatakan bahwa Daud adalah orang yang mula-mula membuat baju
besi dengan dianyam. Dan sesungguhnya sebelum itu baju besi-hanya berupa
lempengan-lempengan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul
Husain, telah menceritakan kepada kami Ibnu Sama'ah, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Damrah, dari Ibnu Syauzab yang mengatakan bahwa Daud ‘alaihis salam setiap
hari dapat membuat sebuah baju besi, lalu ia menjualnya dengan harga enam ribu
dirham; dua ribu untuk dirinya dan keluarganya, sedangkan yang empat ribu dia
belikan makanan pokok untuk memberi makan kaum Bani Israil.
Dan firman Allah SWT:
﴿ وَقَدِّرْ فِي
السَّرْدِ ﴾
" Dan ukurlah anyamannya. (Saba: 11)
Ini merupakan petunjuk dari Allah Swt. kepada Daud dalam mengajarinya
cara membuat baju besi.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan ukurlah
anyamannya. (Saba: 11): " Janganlah kamu menjadikan pakunya kecil karena
akan membuatnya longgar pada lingkaran. Jangan pula kamu menjadikannya besar
karena mengalami keausan, tetapi pakailah paku yang berukuran sedang.
Al-Hakam ibnu Uyaynah mengatakan, bahwa janganlah engkau memakai paku
yang besar karena akan aus, jangan pula memakai paku kecil karena longgar. Hal
yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang
dimaksud dengan as-sard ialah lingkaran besi. Sebagian dari mereka mengatakan
bahwa bila dikatakan baju besi yang dianyam, istilah Arabnya ialah dar'un
masrudah.
Sebagai dalilnya ialah ucapan seorang penyair yang mengatakan:
وَعَليهما
مَسْرُودَتَان قَضَاهُما ... دَاودُ أَوْ صنعَ السَّوابغ تُبّعُ ...
" Keduanya memakai baju besi yang dianyam, sebagaimana baju besi
buatan Nabi Daud atau baju besi yang biasa dipakai oleh Tubba' (buatan negeri
Yaman) ".
[Lalu Allah Swt mengingatkan kita agar jangan lupa dengan beramal shaleh
dengan firman nya:]
﴿ وَاعْمَلُوا
صَالِحًا ﴾
"dan kerjakanlah amalan yang saleh". (Saba: 11).
Artinya, gunakanlah nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah
kepadamu untuk mengerjakan amal saleh.
﴿ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ
بَصِيرٌ﴾
Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan. (Saba: 11)
Yakni mengawasi kalian dan melihat semua amal perbuatan dan ucapan kalian, tiada sesuatu pun darinya yang samar bagi Allah Swt. [SELESAI KUTIPAN DARI IBNU KATSIR].
0 Komentar